Sabtu, 18 Oktober 2014

Definisi Kota Manado Dan Kebudayaan Yang Ada di Dalamnya

     Kota manado adalah ibukota dari Sulawesi Utara. Kota Manado sering disebut sebagai Menado. Motto Sulawesi Utara adalah Si tou timou tumou tou, sebuah fisafat hidup masyarakat minahasa yang dipopulerkan oleh Sam Ratulangi,yang berarti " Manusia hidup untuk memanusiakan orang lain" atau " Orang hidup untuk menghidupkan orang lain". Dalam ungkapan Bahasa Manado, sering kali dikatakan:"baku beking pande" yang secara harafiah berarti " Saling menambah pintar dengan orang lain". sebagai kota terbesar diwilyah ini, Menado merupakan tempat pariwisata yang penting bagi pengunjung.ekowisatawan merupakan atraksi terbesar manado. selam scuba dan snorcelling merupakan atraksi populer. tempat lain yang menarik adalah Danau Tondano, Gunung Lakon, Gunung Klabat dan Gunung mahawu.
   Dalam kurun waktu dua dekade terakhir, kegiatan pariwisata dengan pesat tumbuh menjadi salah satu andalan perekonomian kota. Primadona pariwisata kota Manado bahkan Provinsi Sulawesi Utara adalah Taman Nasional Bunaken yang oleh sementera orang disebut sebagai salah satu taman laut terindah di didunia. Taman Laut Bunaken adalah salah satu dari sejumlah kawasan konservasi alam atau taman nasional di Indonesia. Taman Laut Bunaken terkenal oleh formasi terumbu karangnya yang luas dan indah sehingga sering dijadikan lokasi penyelaman oleh turi-turis mancanegara. Pulau Bunaken adalah salah satu dari 5 pulau yang terbesar beberapa kilometer dari pesisir pantai Kota Manado.

    Objek wisata lain yang menonjol di kota Manado ada di kawasan Pusat Kota yang dibangun pada awal abad ke 19 dan diperbaiki pada tahun 1970. Klenteng ini terdiri dari bangunan yang dihiasi dengan ukiran-ukiran naga dan tongkat kayu berapi. Saat yang paling penting baik untuk mengunjungi klenteng ini yaitu pada saat Tahun Baru Imlek, saat dipertunjukkannya tarian tradisional Tionghoa. Juga pada saat kedatangan parade tradisional, Tai Pei Kong yang berasal dari abad ke 14. Peristiwa tersebut merupakan festival "Taoist" tahunan terbesar yang diadakan di Asia Tenggara, sehingga menarik pelancong dari negara lain. Lokasi wisata lainnya juga adalah Museum Negeri Sulawesi Utara dan Monumen (Tugi=u Peringatan) Perang Dunia Kedua. Selain memililkiobjek-objek wisata yang menarik, salah satu keunggulan pariwisata kota Manado adalah letaknyanya Yang strategiske objek-objek wisata tersebut antara lain, Vulcano Area di Tomohon, Desa Agriwisata Rurukan-Tomohon, Panorama pegunungan dan Danau Armididi Kabupaten Minahasa Utara. Sebuah monumen yang diresmikan pada akhir tahun 2007 dan menjadi ikon baru kota Manado adalah Monumen Yesus Memberkati. Bangunan ini didirikan di atas bukit di perumahan Citraland Manado dan memiliki ketinggian 50 meter di atas permukaan tanah Bangunan yang diprakarsai oleh Ir. Ciputra ini merupakan monumen Yesus Kristus yang tertinggi di Asia dan ke dua di dunia setelah Crist the Redeemer.

     Karena potensi wisata yang besar tersebut maka industri pariwisata di kota Manado telah semakin tumbuh dan berkembang yang antara lain ditandai dengan cukup banyaknya hotel dan sarana pendukung lainnya.


Seni Tari

Tarian Kabasaran/Kawasaran


     Tarian Kabasaran merupakan salah satu tarian tradisional Minahasa. Tarian ini tidak dimainkan sendiri, namun berkelompok. Para penari memakai pakaian merah, mata melotot, wajah garang, diiringi tambur atau gong kecil sembari menyondang pedang dan tombak tajam. Bentuk dasar dari tarian ini adalah sembilan jurus pedang (santi) atau sembilan jurus tombak (wengkouw) dengan langkah kuda-kuda 4/4 yang terdiri dari dua langkah ke kiri, dan dua langkah ke kanan.
    Tiap penari kabasaran memiliki satu senjata tajam yang merupakan warisan dari leleuhurnya yang terdahulu karena tarian kabasaran merupakan keahlian turun-temurun. Tarian ini umumnya terdiri dari tiga babak. Babak-babak tersebuat terdiri dari cakalele, lumoyak, dan lalaya' an .
     Pada jaman dahulu, para penari kabasaran hanya menjadi penari pada upacara-upacara adat. Namun, apabila Minahasa dalam keadaan perang, maka penari Kabasaran menjadi waranei (prajurit perang). Dalam kehidupan sehari-hari waranei ini berprofesi sebagai petani. Kini, tarian Kawasaran atau kabasaran acapkali ditampilkan untuk menymbut tamu-tamu daerah maupun ditampilkan pada festival-festival kebudayaan di Sulawesi Utara.

     Tarian Kabasaran amat berbeda dengan tarian lainnya di Indonesia yang umumnya mengumbar senyum dengan gerakan yang lemah gemulai. Tarian ini didominasi dengan warna merah, rias wajah yang sangar, serta lantunan musik yang membakar semangat. Tak hanya itu, mereka dibekali pedang dan tombak tajam, sehingga membuat tarian Kabasaran terkesan rancak dan garang.

    Tarian ini merupakan tarian keprajuritan tradisional Minahasa, yang diangkat dari kata 'wasal' yang bermakna ayam jantan yang dipotong jenggernya agar sang ayam menjadi lebih garang dalam bertarung. Tarian ini iringi oleh suara tambur atau gong kecil. Alat musik pukul seperti gong, tambur atau kolintang disebut pa 'wasalendan' para penarinya disebut kawasalan, yang berarti 'menari dengan meniru gerakan dua ayam jantan yang sedang bertarung.

     Ketika anda berminat untuk menyaksikan tarian ini, maka anda harus mempertimbangkan seberapa banyak jumlah penari berpasangan yang hendak dipesan, karena tarian Kabasaran tidak bisa dimainkan oleh saatu atau dua orang saja, melaikan kelompok. semakin banyaak pasangan, semakin apik tarian ini. Maka tentu saja, anda harus merogoh kocek lebih banyak untuk menyaksikanmya.

Tari Mesalai

    Mesalai adalah salah satu jenis tarian tradisional yang berasal dari Provinsi Sulawesi Utara. Kesenian yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Kepulauan Sangihe Talaud ini dahulu merupakan bagian dari suatu upacara ritual sebagai perwujudanrasa sykur kepada Genggona Langi Duatung Saluruang (Tuhan Yang Maha Tinggi Penguasa Alam Semesta) atas segala anugerah yang telah diberikan-Nya. Namun, Seiring dengan perkembangan jaman dan masuknya agama-agama baru, tari mesalai saat ini juga digunakan sebagai pelengkap upacara adat dan syukuran, seperti: khitanan, perkawinan, mendirikan rumah baru, peresmian perahu baru dan lain sebagainya.

     Peralatan musik (waditra) yang digunakan untuk mengiringi tari mesalai adalah tegonggong yang iramanya terdiri dari lima macam, yaitu: (1) Tengkelu bawine (irama untuk wanita); (2) Tengkelu sonda (irama untuk pria); (3) Tengkelu sahola (irama lincah); (4) Tengkelu balang (irama mendayung); (5) Tengkelu duruhang (Irama menyusur pantai). Irama musik tegonggong ini dipadukan dengan sasambo atau lagu pujaan yang berisi ajaran tentang baik dan buruk, hubungan antarmanusia, manusia dengan Sang Pencipta, dan manusia dengan alam lingkungannya.

     Busana yang dipakai oleh para penari pria adalah busana adat yang disebut laku tepu. Busana ini terbuat dari tumbuhan sejenis pisang yang kadang disebut juga serat manila. Selain itu, para penari pria juga menggunakan tutup kepala yang terbuat dari lipatan kain yang disebut paporong dan sapu tangan (lenso). Sedangkan,  busana yang dikenakan oleh para wanita diantaranya adalah: (1) laku tepu; (2) papili (mahkota yang terbuat dari kulit penyu yang dihiasi sejenis bunga anggreek); (3) topo-topo (rangkaian bunga yang dililitkan pada sanggul); (4) soho (kalung); (5) galang (gelang); (6) lenso (sapu tangan); (7) boto pasige (sanggul).

     Pertunjukan tari mesalai diawali dengan masuknya para wanita yang berjalan dengan lemah gemulai, lalu memberi hormat (mindura) pada para penonton. Dalam gerakan menghormat tersebut, penari diiringi tabuhan tegonggong dengan irama tengkelu bawine dan nyanyian sasambo yang syairnya berbunyi "Kawansang ana gune, kumandang kapetuilang" (keagungan penari wanita, kerdipan seperti disangga).

     Setelah itu, para penari pria akan menyusul masuk pentas dan kemudian memberi hormat pada para penonton. Selanjutnya, mereka langsung menari dengan gerakan kaki yang dihentak-hentakan ke lantai dan gerakan tangan yang diayunkan ke muka sesuai dengan tabuhan tegonggongyang berirama tengkelu sonda (irama laki-laki). Sedangkan, syair sasambo yang dinyanyikan berbunyi " Su pedimpolangang, salaing ese mang ene" yang artinya " dalam setiap pertemuan tarian tetap (harus) ada". Kemudian, para penari akan membentuk lingkkaran sambil terus menghentakkan kaki dan mengayunkan tangan ke kiri dan ke kanan secara bergantian. Irama yang dinyanyikan berbunyi " Sengkalitu sengkara angeng,sengka pemedi limbene" yang artinya, "serempak dan bersama-sama naik, serempak melenggangkan tangan." Selanjutnya, paraa penari pria akan berpasangan dengan penari wanita untuk menarikan tari pergaulan yang disebut medalika. Pada gerakan tari ini para penari memegang sapu tangan dengan kedua belah tangan dan berputar membentuk lingkaran. Kemudian para penari wanita akan berjongkok dan penari pria mengelilingi sambil melakukan gerakan mengaleke.

     Ketika irama tegonggong berganti menjadi tengkelu balang, para penari berganti posisi dan mulai memeinkan gerakan mendayung yang merupakan simbol dari masyarakat Sangihe Talaud yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan. Dalam gerakan sasambo yang dinyanyikan berbunyi " Dasalipe mapia, salai megugunea", yang artinya : berbalaslah lagu secara serasi, para penari semkin halus dan mantap."

     Gerakian selanjutnya adalah salaing durung (menyusuri pantai). Pada gerakan ini para penari akan menari sambil menghentakkan kaki diiringi irama tenkelu durunghang dan syair sasambo yang bebunyi "Gagaweangu sangihe, ndai tuo katamang" (kebudayaan Sangihe talaud, semoga tumbuh dan berkembang). Setelah syair sasambo selesai dinyanyikan, para penari akan memberi hornat pada para penonon sebelum meninggalkan panggung.

     Mesalai sebagai tarian khas orang Sangihe Talaud, jika dicermati, tidak hanya mengandung nilai estetika (keindahan), sebagaimana yang tercermin dalam gerakan-gerakan tubuh paraa penarinya. Akan taetapi, juga nilai kerukunan dan kesyukuran. Nilai kerukunan tercermin dalam fungsi tari tersebut yang diantaranya adalah sebagai ajang berkumpul antarwarga dalam suatu kampung atau desa untuk merayakan suatu upacara adat dan saling bersilahturahim sehingga menciptakan suatu kerukunan di dalam kampung atau desa tersebut. Sedangkan, nilai kesyukuran tercermin dalam penyelenggaraan suatu upacara adat sebagai perwujudan rasa syukur kepada Sang Pencipta (gufron).

Tari Maengket

     Tari maengket adalah salah satu seni tarian rakyat orang Minahasa di Kota Manado yang merupakan tarian tontonan rakyat. Tarian ini disertai dengan nyanyian dan diiringi gendang atau tambur yang biasa dilakukan sesudah panen padi sebagai upcapan syukur kepada Sang Pencipta. Saat ini tari maengket telah berkembang dalam masyarakat membentuk tumpukan-tumpukan dengan kreasi baru.


Seni Musik


Musik Kolintang

     Musik kolintang pada awalnya dibuat dari bahan yang disebut wunut dari jenis kayu yang disebut belar. Pada perkembangan selanjutnya, kolintang mulai menggunakan bahan kayu telur dan cempaka. Orkes kolintang sebagai produk senii musik tradisional bukan sebagai sarana hiburan, akan tetapi juga sebagai media penerapan pendidikan musik yang dimulai dari anak-anak sekolah di Kota Manado.

Musik Tiup Bambu 
 
      Musik tradisional ini berasal dari kepulauan Sangihe Talaud yang diciptakan oleh seorang petani pada tahun 1700. Pada awalnya musik bambu hanya merupakan alat penghibur bagi masyarakat petani setelah seharian melakukan aktivitas sebagai petani yang biasanya dibunyikan setelah selesai makan malam. Dewasa ini di Kota Manado, musik bambu telah menjadi salah satu jenis musik yang sering digunakan pada acara-acara tertentu agar lebih semarak dan bergengsi.

Musik Bia

      Bia adalah sejenis kerang atau keong yang hidup di laut. Sekitar tahun 1941 seorang penduduk Desa Batu Minahasa Utara menjadikan kerang/keong sebagai satu tumpukan musik. Musik bia akhirnya telah menjadi salah satu seni musik tradisional yang turut memberikan nilai tambah bagi masyarakat Kota Manado. Dengan hadirnya musik ini pada pagaleran kesenian dan acara tertentu, telah menimbulkan daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik mancanegara maupun nusantara.


Rumah Adat Tradisional


Rumah Bolang mangandow

     Rumah ini memiliki tangga di samping kiri dan kanan rumah tersebut, tangga sebelah kanan untuk masuk dan tangga sebelah kiri untuk keluar. Rumah ini mempunyai ruang tamu, ruang keluarga dan kamar-kamar. Rumah ini dibuat panggung dengan atap yang memiliki ciri khas ada bentuk huruf U yang ujungnya lancip.

Rumah Panggung
 
        Rumah panggung atau wale merupakan tempat kediaman para anggota rumah tangga orang Minahasa di Kota Manado, dimana didalamnya digunakan sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas, Rumah panggung jaman dahulu dimaksudkan untuk menghindari serangan musuh secara mendadak atau serangan binatang buas. Sekalipun keadaan sekarang tidak sama lagi dengan keadaan dahulu, tapi masih banyak penduduk yang membangun rumah panggung berdasrkan konstruksi rumah modern.

Pengucapan Syukur

     Pada masa lalu pengucapan syukur diadakan untuk menyampaikan doa atau mantra yang memuji kebesaran dan kekuasaan para dewa atas berkat yang diberikan sambil menari dan menyanyikan lagu pujian dengan syair yang mengagungkan. Saat ini pengucapan syukur di Kota Manado  dilaksanakan dalam bentuk ibadah digereja. Pada hari H tersebut setiap rumah tangga, juga dipersiapakan bagi para tamu yang datang berkunjung.

Kebudayaan Masyarakat

     Mapulus adalah bentuk gotong royong tradisonal warisan nenek moyang orang Minahasa di Kota Manado yang merupakan suatu sistem prosedur, metode atau teknik kerja sama untuk kepentingan bersama oleh masing-masing anggota secara bergiliran. Mapulus muncul atas dasar kesadaran akan adanya kebersamaan, keterbatasan akan kemampuan baik cara berpikir, berkarya, dan lain sebagainya.


Suku dan Bahasa

     Di Provinsi Sulawesi Utara terdapat etnis/suku utama yaitu Suku Minahasa, Suku Sangihe, Suku Talaud serta Suku Bolaang Mangandow. Penduduk asli Manado adalah Suku Bantik. Karena banyaknya komunitas peranakan Arab, maka keberadaan Kampung arab yang berada dalam satu radius dekat Pasar '45 masih bertahan sampai sekarang dan menjadi salah satu tujuan wisata agama. Selain itu terdapat pula penduduk Suku Jawa, Suku Batak, Suku Makasar dan suku bangsa lainnya. Dari tiap-tiap suku etnis tersebut memiliki bahasa serta tradisi yang bermacam-macam seperti bahasa daerah, serta terdapat pula tradisi serta norma-norma kemasyarakatan yang sangat unik dan khas.

      Bahasa digunakan sebagai bahasa sehari-hari di Manado (Sulawesi Utara) dan wilayah sekitar disebut Bahasa Melayu Manado. Bahasanya menyerupai Bahasa Indonesia tetapi dengan logat yang khas. Beberapa kata dalam dialek berasal Bahasa Belanda, Bahasa Portugis dan bahasa asing lainnya. Sehingga bahasa yang di pakai sehari-hari di Provinsi Sulaewesi Utara ini terbagi dalam beberapa bahasa seperti Bahasa Minahasa ( terdiri dari bahasa Toulour, Tombulu, Tonsea, Tontemboan, Tonsawang, Ponosokan dan Batik).

     Bahasa daerah Sangihe Talaud ( terdiri dari bahasa Sangie Besar, Siau serta Bahasa Talaud). dan Bahasa daerah Bolaang Mongondow ( terdiri dari bahasa Mongondow, Bolaang, Bintauna, Kaidipang ). Walaupun memiliki bermacam bahasa daerah Bahasa Nasional Indonesia juga digunakan dan dimengerti dengan baik oleh sebagian besar masyarakat yang ada di Sulawesi Utara.

     Masyarakat Manado juga disebut dengan istilah "Warga Kawanua". Walaupun secara khusus Kawanua diartikan kepada Suku Minahasa, tetapi secara umum penduduk Manado dapat disebut juga sebagai Warga Kawanua. Dalam bahasa daerah Minahasa, ' Kawanua" sering diartikan sebagai penduduk negeri atau "wanua-wanua" yang bersatu atau "Mina-Esa" (Orang Minahasa). Kata "Kawanua" diyakini berasal dari kata "Wanua". Kata "Wanua" dalam bahasa Melayu Tua (Proto Melayu), "Wanua" diartikan sebagai negeri atau desa.


refrensi:
http://kebudayaankesenianindonesia.blogspot.com
http://indraboham.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar