KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI
KAWASAN KENDENG UTARA PROVINSI JAWA TENGAH
LATAR BELAKANG
Perubahan paradigma pembangunan di Indonesia diawali
dengan berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1882 tentang Pokok-pokok
Lingkungan Hidup, yang memberikan pedoman sehingga muncul pemahaman yang jelas
dan seragam antar para pemangku kepentingan mengenai lingkungan hidup.
Undang-undang ini kemudian berkembang menjadi UndangUndang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang memberikan arahan untuk kegiatan
pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Kemudian kebijakan tentang
pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia mengalami perubahan dengan
dikeluarkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Keluarnya Undang-undang ini adalah karena dirasakan
kerusakan lingkungan makin menjadi, sehingga perlu dikeluarkan sebuah kebijakan
yang tidak hanya mengharuskan pengelolaan lingkungan akan tetapi juga
perlindungan terhadap lingkungan. Inti dikeluarkannya kebijakan publik itu
adalah diharapkan terjadi perubahan paradigma pembangunan dari yang bertumpu
pada pertumbuhan yang berfokus pada kepentingan ekonomi, menjadi bertumpu pada
pembangunan berkelanjutan. Perubahan paradigma ini tentunya sangat menuntut kinerja
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih baik, dengan harapan dapat lebih
memperhatikan pengelolaan lingkungan yang lebih baik pula, karena itulah sumber
jaminan keberlanjutan pembangunan. Pengelolaan lingkungan merupakan hal yang
sangat penting dilakukan, mengingat bahwa manusia selalu berusaha memaksimalkan
segala perwujudan keinginannya dan seringkali dengan cara yang
secepat-cepatnya, sehingga cenderung mengorbankan kepentingan lingkungan
hidupnya.
Kegiatan
penambangan mengakibatkan munculnya banyak permasalahan lingkungan. Salah satu
masalah yang timbul akibat kegiatan penambangan adalah dilakukannya penambangan
kapur di kawasan karst, sebagaimana dilaporkan dalam hasil penelitian Suhartadi
(2009) dan Wuspada (2012). Suhartadi menulis tentang “Evaluasi Pengelolaan
Lingkungan Kegiatan Penambangan Batu Kapur PT. Sinar Alfa Fortuna (NAF) di
Rembang”, sementara Wuspada menulis tentang “Implementasi Kebijakan Pelarangan
Penambangan di Kawasan Karst Kabupaten Gunung Kidul”. Salah satu sarana pemenuhan
kebutuhan manusia adalah dengan penambangan berbagai bahan tambang, yang bisa
dimanfaatkan untuk melakukan berbagai aktivitas. Namun pemanfaatan yang
berlebih dapat membahayakan karena penambangan pasti mengubah bentang alam
secara signifikan, dan dengan demikian sangat berpotensi merusak lingkungan.
Dengan
demikian juga meningkatkan resiko bencana alam, yang kerugiannya bahkan dapat
mengalahkan kemanfaatan yang dapat dipetik dari kegiatan penambangan. Dari sisi
administrasi publik, hal ini patut diwaspadai. Harus dimunculkan sense of
urgency terutama di kalangan unsur-unsur pemerintahan terhadap rangkaian
bencana yang kemungkinan akan terjadi, apabila kawasan yang rawan bencana terus
menerus dieksploitasi. Aparat pemerintah perlu mempunya sense of crisis dan
mempraktekkannya dalam tugas keseharian mereka. Ketika bencana sudah dalam ada
dalam bayangan mereka, maka pelaksanaan tugas dengan cara business as usual
tidak dapat lagi diterapkan.
PERUMUSAN MASALAH
Penelitian tentang “Kebijakan Pengelolaan Lingkungan
di Kawasan Kendeng Utara, Provinsi Jawa Tengah” ini bermaksud mengetahui
tentang:
(1) Bagaimanakah kebijakan lingkungan kawasan
karst Kendeng Utara di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa
Tengah?
(2) Bagaimanakah pengelolaan lingkungan di
kawasan karst Kendeng Utara, di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Provinsi
Jawa Tengah?
TINJAUAN PUSTAKA
Kebijakan publik merupakan kebijakan yang dibuat
oleh badan-badan dan pejabat pemerintah, yang bertujuan untuk menyelesaikan
berbagai masalah yang dihadapi publik. Penyelesaian masalah menyangkut berbagai
hal, di antaranya adalah masalah alokasi, sebagaimana menurut pendapat Keban
(2003:56-57) yang mengutip Peters yang menyatakan bahwa kebijakan publik adalah
aksi pemerintah dalam menghadapi masalah, dengan mengarahkan perhatian terhadap
alokasi. Alokasi di sini dengan demikian menyangkut sumberdaya. Kebijakan publik
adalah pemanfaatan sumberdayasumberdaya yang ada untuk memecahkan
masalah-masalah publik atau pemerintah.
Kebijakan Publik
“Masalah publik dan pemerintah” di sini lebih
meliputi masalah-masalah sosial, sebagaimana dinyatakan oleh Harold D. Laswell
dan dikutip oleh Nugroho (2003) yang menyatakan bahwa kebijakan publik
“...refers to governmental decisions designed to deal with various sosial
problems, such as those related to foreign policy, environmental protection,
crime, unemployment, and numerous other sosial problems”. Permasalahan yang
menyangkut hubungan luar negeri, pelestarian lingkungan, dan kriminalitas,
hanyalah bagian dari permasalahan sosial yang tak terhitung banyaknya yang
mengganggu kehidupan masyarakat sehingga negara perlu turun tangan untuk
menyelesaikannya. Tanpa kebijakan publik, maka rakyat tidak akan bertindak
untuk mengatasinya, dengan cara-cara yang diinginkan oleh pemerintah. Dari
berbagai literatur dan penjelasannya tersebut, bisa disimpulkan bahwa definisi
kebijakan publik kurang lebih adalah “serangkaian tindakan yang dipilih dan
atau dilakukan oleh pemerintah atau negara secara paksa (sah) kepada seluruh
anggota masyarakat, yang mempunyai tujuan tertentu demi memecahkan
masalahmasalah publik". Dengan demikian kebijakan publik dibuat dengan
maksud untuk mengatasi masalah publik.
Pengelolaan Lingkungan
Pengelolaan lingkungan hidup merupakan usaha
pemanfaatan sumberdaya, namun yang berciri khas yaitu merupakan upaya terpadu
pelestarian fungsi limgkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan
pengendalian lingkungan hidup. Hal ini sebagaimana yang tertulis dalam
Undangundang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Prinsip pengelolaan lingkungan suatu wilayah dapat dilakukan
dengan menggunakan empat indikator POAC yaitu Planning, Organizing, Actuating
dan Controlling (Asdak, 2004).
Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut: (1) Planning atau Perencanaan adalah kegiatan perencanaan yang disusun
dalam rangka pengelolaan lingkungan secara terpadu terhadap suatu wilayah; (2)
Organizing (Pengorganisasian), yaitu pelaksanaan kegiatan pengelolaan
lingkungan suatu wilayah secara efektif dan efisien, dalam arti masing-masing
pihak yang terlibat dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan
bertanggungjawab; (3) Actuating(Pelaksanaan). Pada tahap pelaksanaan,
program-program yang dirancang harus menunjukkan adanya: optimatisasi
pemanfaatan sumberdaya alam secara efisien, dorongan pelaksanaan konservasi
sumberdaya alam dalam penambangan, meningkatnya peran stakeholders dan
kelembagaan yang terlibat.
Kawasan Karst
Faida dkk menulis bahwa karst merupakan istilah
dalam bahasa Jerman yang diturunkan dari bahasa Slovenia kras, yang berarti
lahan gersang berbatu. Istilah ini di Slovenia sebenarnya tidak terkait dengan
batu gamping dan proses pelarutan, namun saat ini istilah karst telah diadopsi
untuk istilah bentuk lahan hasil proses pelarutan. Mendengar “karst” maka yang
terbayang adalah lahan berwarna putih kekuningan atau kecoklatan yang mudah
menyerap air.
Adapun Ford
dan Wiliams dikutip oleh Wuspada (2011) mendefinisikan karst sebagai medan
dengan kondisi hidrologi khas sebagai akibat dari batuan yang mudah larut dan
mempunyai porositas sekunder yang berkembang baik. Karst dicirikan oleh: (i)
terdapatnya cekungan tertutup dan atau lembah kering dalam berbagai ukuran dan
bentuk, (ii) langka atau tidak terdapatnya drainase/sungai permukaan, dan (iii)
terdapatnya goa dari sistem drainase bawah tanah.
Kawasan karst
merupakan wilayah yang dapat menangkap dan menyimpan air hujan, sebagai habitat
bagi beberapa spesies makhluk hidup khusus, dan berpotensi pertambangan karena
fisiografi berbukit-bukit yang terbentuk dari batu gamping.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mempergunakan metode deskriptif
kualitatif. Subyek penelitian terkait dengan Kebijakan Pengelolaan lingkungan
di lingkungan Jawa Tengah. Pada penelitian ini, aspekaspek yang dikaji adalah :
(1) Kebijakan kawasan karst di Kawasan Kendeng Utara, khususnya di Kecamatan
Sukolilo, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah; (2)
Pengelolaan lingkungan di Kawasan Kendeng Utara, khususnya di Kecamatan
Sukolilo, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi penelitian ini adalah di
lingkungan kawasan Kendeng Utara, yaitu di Kabupaten Pati, dan khususnya di
wilayah Kecakatan Sukolilo, karena di wilayah ini terutama terjadi pertentangan
kepentingan terhadap pengelolaan lingkungan dengan rencana didirikannya pabrik
semen yang mendapat protes keras dari masyarakat setempat.
Ada dua jenis data yang dimanfaatkan
dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder, dengan rincian
sebagai berikut: (1) Data Primer : pengambil kebijakan di tingkat Provinsi Jawa
Tengah, yaitu Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Dinas Kehutanan;
pengambil kebijakan di Kabupaten Pati (BLH Kabupaten Pati), masyarakat di
lingkungan Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati khususnya komunitas Sedulur Sikep,
serta para ahli lingkungan yang mempunyai pengetahuan dan kepedulian
tentang/terkait kawasan karst Kendeng Utara. (2) Data Sekunder: berupa data
tertulis mencakup peraturan-peraturan maupun laporanlaporan, arsip, gambar,
dokumen, ataupun catatan-catatan, khususnya dari instansi-instansi pemerintah
yang ada kaitannya dengan fokus kajian penelitian. Selain itu berbagai buku
pustaka/literatur yang terkait dengan topik penelitian ini. Teknik pengambilan
data dengan melalui observasi, wawancara mendalam, dan telaah bahan sekunder.
Data kualitatif dianalisis dengan pendekatan analisis kualitatif bersifat
deskriptif, lebih banyak dikenal dengan metode pendekatan analisis deskriptif
kualitatif (Brannen, 2005).
GAMBARAN UMUM WILAYAH
Kabupaten Pati merupakan satu dari 35 kabupaten/kota
di Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai letak cukup strategis karena dilewati
oleh jalan nasional yang menghubungkan kota-kota besar di pantai utara Pulau
Jawa. Kabupaten Pati secara administratif dibagi menjadi 21 kecamatan, 401 desa
dan 5 kelurahan. Kecamatan denganwilayah terluas adalah Kecamatan Sukolilo
(15.874 ha), dengan Kecamatan Wedarijaksa memiliki luas wilayah terkecil (4.085
Ha). Menurut klasifikasi Tingkat Perkembangan Desa semua sudah menjadi desa/
kelurahan kategori III (Desa Swasembada). Kondisi topografi dan morfologinya
didominasi oleh pegunungan kapur yang membujur di sebelah selatan meliputi
sebagian kecil wilayah Sukolilo, Kayen, Tambakromo, Winong, dan Pucakwangi.
Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 1.503.680 Ha yang terdiri dari 59.332 ha
lahan sawah, 66. 086 ha lahan bukan pertanian. Dengan luas wilayah terbesar
adalah Kecamatan Sukolilo dengan luas 15. 874 Ha dan luas wilayah terkecil
adalah Kecamatan Wedarijaksa dengan luas 4.085 Ha.
Penduduk Kabupaten Pati tahun 2012 sebanyak
1.207.399 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebesar 586.870 jiwa dan
penduduk perempuan sebesar 620.529 jiwa. kepadatan penduduk Kabupaten Pati
berada di kisaran 802. 96 jiwa/ km2 lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya
sebesar 797.06 jiwa/ km2. Berdasarkan data mengenai tingkat pendidikan di
Kecamatan Sukolilo dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan terakhir di
Kecamatan tersebut paling banyak adalah lulus SD. Mata pencaharian tertinggi
masyarakat di Kecamatan Sukolilo adalah bekerja sebagai petani pemilik dengan
jumlah sebesar 23.584. Desa Baturejo merupakan desa dengan jumlah petani
pemilik paling tinggi yaitu 3.474 jiwa. Buruh tani berada di urutan kedua mata
pencaharian paling banyak di Kecamatan Sukolilo dengan jumlah sebesar 23.281
jiwa atau hanya selisih 303 jiwa dari jumlah petani pemilik. Adapun industri
merupakan mata pencaharian paling kecil di Kecamatan ini dengan jumlah 6 orang
saja, yaitu yang berada di desa Kuwawur.
Sebagian penduduk berprofesi sebagai
petani di lahan sawah dan non sawah. Kondisi lahan pertanian penduduk di
sekitar Pegunungan Kendeng berupa sawah tadah hujan dan tegalan. Kondisi sawah
cukup subur, biasanya bisa dua kali musim padi dan satu kali polowijoPada
tegalan milik penduduk atau tanah tanah terbuka di sekitar pemukiman atau
sawah, dapat dijumpai berbagai jenis tanaman mulai dari tanaman kayu seperti
jati, mahoni, randu, bambu, serta tamanan polowijo berupa jagung atau ketela
pohon dan berbagai jenis sayur. Masyarakat juga menanam pohon jati, di tegalan
atau di lahan-lahan terbuka milik penduduk.
Kondisi tanaman jati milik penduduk
ini secara umum tumbuh dengan baik dan subur, bahkan di beberapa wilayah lebih
rimbun, rapat, dan hijau daripada di lahan milik Perhutani. Mengapa demikian?
Menurut beberapa informan kunci yang diwawancarai, ternyata masyarakat merasa
bahwa lahan milik Perhutani adalah lahan milik Negara, yang merupakan milik
bersama, sehingga mereka cenderung merasa tidak bersalah seandainya
“memanfaatkan” kayukayunya untuk kebutuhan mereka. Sementara itu, lahan milik
pribadi terlindungi, karena masyarakat mengganggap itu merupakan hak milik
perseorangan sehingga tidak dapat dimanfaatkan dengan bebas karena bukan
merupakan milik bersama. Selain itu, di kawasan Sukolilo juga ditemukan
berbagai situs yang dikeramatkan penduduk, misalnya berupa kuburan para sesepuh
desa serta gua-gua yang dianggap keramat. Mereka masih mengganggap kawasan
tersebut harus dihormati dan dijaga baik-baik. Inilah salah satu bentuk budaya
yang terkait dengan lingkungan, yang berlokasi di kawasan Sukolilo.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Di Pulau Jawa, pegunungan karst membentang di
selatan dari Ujung Kulon ke Sukabumi, Ciamis hingga Kebumen, lalu Wonosari
hingga Tulung Agung. Begitu juga di bagian utara, terutama perbatasan Jawa
Tengah dan Jawa Timur, dari Blora, Purwodadi, Pati, Tuban, Gresik, sampai ke
Madura. Pegunungan Kendeng merupakan salah satu bagian dari kawasan ini.
1.
Kebijakan Kawasan Karst
Kawasan Kendeng Utara di Kabupaten
Pati dicirikan oleh deretan pegunungan karst, yang merupakan bagian dari
pegunungan yang membentang mulai dari Tuban di sebelah timur hingga Grobogan di
sebelah barat. Sesuai dengan pendapat Sentosa dkk (2004) karst di kawasan
Kecamatan Sukolilo dicirikan dengan berkembangnya kubah karst, yaitu positif
yang tumpul, tidak terjal. Kawasan karst ini merupakan kawasan yang sangat
penting dalam ekosistem, karena berbagai jasa lingkungan yang diberikannya,
antara lain sebagai penyerap air, mencegah/mengurangi banjir, mengandung sumber
air di sungai-sungai bawah tanah dan gua-guanya, dan lain sebagainya sehingga
berfungsi sebagai ruang terbuka hijau.
Dari hasil observasi, kawasan karst
Kendeng Utara juga menunjukkan bukti dari pendapat Haryono, dkk (2002) yang
menjelaskan bahwa kawasan karst memiliki fungsi dan arti penting sebagai: (a)
obyek kajian ilmu pengetahuan yang unik dan langka; (b) kawasan yang sangat
sensitif terhadap keberadaan air dan sosial budaya masyarakat; (c) merupakan
habitat yang mendukung keanegaraman jenis flora dan fauna yang spesifik; serta
(d) memiliki fungsi dalam penyerapan karbondioksida CO2 dan atmosfer, salah
satu proses alam yang dapat mencegah atau mengurangi terjadinya pemanasan
global, karena karbondioksida (CO2) merupakan salah satu penyebab terjadinya
pemanasan global.
Selain itu kawasan karst berfungsi
sebagai ekosistem untuk habitat berbagai hewan dan tumbuhan. Kekayaan flora dan
fauna kawasan karst ini luar biasa (Jumari, 2011). Dari hasil pengamatan dan
wawancara dengan informan dari Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, nampak
bahwa sebagian besar kawasan Kendeng merupakan lahan hutan jati milik
Perhutani, termasuk yang ada di kawasan Sukolilo. Seperti halnya Kawasan
Kendeng lainnya daerah ini merupakan kawasan pegunungan dengan tanah yang
berkapur dengan lapisan tanah alluvial yang ketebalannya bervariasi. Lahan ini
sejak lama merupakan lahan untuk budidaya tanaman jati. Tanaman yang ada di
lokasi dimonopoli oleh Jati yang sekarang ada di lokasi merupakan hasil
penanaman kembali yang dilakukan sekitar tahun 2000-an, setelah sebelumnya
kawasan tersebut mengalami penjarahan pada masa awal reformasi (Jumari, 2011).
Oleh karena kondisi fisik dan
kekayaan flora faunanya, maka dikeluarkan berbagai kebijakan yang khas untuk
kawasan karst. Kebijakan pemerintah tentang kawasan karst ini antara lain
muncul dalam bentuk Undang-undang, Peraturan Menteri, Peraturan Gubernur, dan
lain sebagainya. Kebijakan yang mengenai kawasan tersebut adalah Peraturan
Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2012 tentang Penetapan Bentang Alam Karsts. Pasal 1
Nomor 4 Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 tahun 2012 tersebut menjelaskan bahwa
“bukit karst adalah bukit dengan bentuk kerucut (conical), membulat (sinosida),
menara (tower) meja (table) dan /atau bentukan lainnya”. Selain terdapat bukit
karst terdapat pula gua-gua dan sungai bawah tanah.
Peraturan Menteri Energi dan
Sumberdaya Mineral (Permen ESDM) ini juga menyebutkan bahwa “kawasan bentang
alam karst merupakan kawasan lindung geologi sebagai bagian dari kawasan
lindung nasional”. Masih menurut Permen ESDM Nomor 17 tahun 2012 tersebut, pada
pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa “ kawasan bentang alam karst sebagaimana
dimaksud dalam pasal 3 merupakan kawasan bentang alam karst yang menunjukkan
bentuk eksokarst dan endokarst”. Bentuk eksokarst yang disebutkan dalam Permen
ESDM Nomor 17 Tahun 2012 pasal 4 ayat (5) terdiri atas : mata air permanen,
bukit karst, dolina, uvala, polje, dan atau telaga. Sedangkan pasal 4 ayat (6)
menyebutkan bahwa “bentuk endokarst terdiri atas sungai bawah tanah; dan /atau
speleotem”.
Selain itu, kebijakan penting untuk
kawasan karst Kendeng Utara, khususnya di kawasan Sukolilo ini ada pada
Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 128 Tahun 2008 tentang Penetapan Kawasan
Lindung Karst Sukolilo. Peraturan yang terkait dengan tata ruang kawasan karst
Sukolilo ini dimaksudkan sebagai sebuah cara pemataan ruang dalam kaitannya
dengan lingkungan hidup (Sugandhy, 1999). Dalam kebijakan Peraturan Gubernur
tersebut ditetapkan bahwa kawasan karst dibagi menjadi kawasan yang dilindungi
dan kawasan yang dapat dimanfaatkan. Dalam Pasal 3 Peraturan Gubernur Jawa
Tengah Nomor 128 Tahun 2008 tentang Penetapan Kawasan Lindung Karst Sukolilo
tersebut dinyatakan bahwa: (1) Maksud ditetapkannya kawasan lindung kars
Sukolilo adalah sebagai pedoman bagi upaya perlindungan kawasan kars Sukolilo;
(2) Penetapan kawasan lindung kars Sukolilo bertujuan untuk: a) memberikan
perlindungan terhadap kars Sukolilo; b) sebagai pedoman bagi pemanfaatan
sumberdaya bahan tambang yang berada di kars Sukolilo tanpa mengorbankan
kawasan lindung kars Sukolilo.
Peraturan Gubernur ini kemudian
menimbulkan kontroversi, karena dianggap merupakan jalan bagi diberikannya ijin
pendirian pabrik semen di kawasan Sukolilo karena memberikan pedoman bagi
pemanfaatan sumberdaya bahan tambang di kawasan tersebur, sebagaimana dinyatakan
oleh kelompok yang menentang rencana penambangan di kawasan karst Sukolilo ini.
Dari hasil wawancara mendalam, Gunretno, tokoh masyarakat asli Sedulur Sikep
yang tinggal di Kecamatan Sukolilo menyatakan bahwa kelestarian lingkungan
karst harusnya lebih diutamakan, untuk kepentingan pembangunan yang
berkelanjutan. Meskipun jumlah masyarakat Sedulur Sikep tidak banyak dalam
jumlah, namun mereka menonjol dalam suara. Akibatnya, terbentuk opini publik
yang kuat bahwa masyarakat Sukolilo menolak kehadiran rencana pabrik semen
Gresik di wilayah tersebut.
2. Pengelolaan lingkungan
Pengelolaan
lingkungan bertujuan agar tercipta keberlanjutan pembangunan dengan azas
keterpaduan antara berbagai stakeholders, yang dalam penelitian ini mencakup
tiga dari empat indikator POAC yaitu Planning, Organizing, dan Actuating.
Planning (Perencanaan)
Dalam hal ini mencakup kegiatan perencanaan dalam rangka
pengelolaan lingkungan secara terpadu terhadap suatu wilayah. Perencanaan
Pemerintah yang matang diharapkan dapat menghasilkan kebijakan publik yang baik
bagi semua pihak dan tidak ada yang dirugikan. Kebijakan publik adalah
serangkaian keputusan yang kurang lebih berhubungan (termasuk keputusan tidak
berbuat) yang dibuat badan-badan atau kantor-kantor pemerintah, diformulasikan
dalam bidang-bidang isu yaitu arah tindakan aktual atau potensial dari
pemerintah yang di dalamnya terkandung konflik antara kelompok masyarakat.
Kebijakan publik menurut Thomas Dye dalam Subarsono
(2005) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu. Definisi tersebut mengandung antara lain makna bahwa
kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan
oleh badan pemerintah. Dalam hal ini adalah apakah pemerintah akan melakukan
pemberian ijin penambangan atau tidak memberikan ijin penambangan terhadap
kawasan karst di Kecamatan Sukolilo.
Penambangan batu gamping di kawasan karst amat berpotensi
merusak lingkungan. Letak kawasan karst yang berada di daerah tropis menjadikan
kawasan ini sebagai penyerap karbon yang potensial karena pada daerah ini curah
hujan sangat tinggi. Semakin banyak curah hujan maka proses karsifikasi lebih
intensif sehingga penyerapan karbon cukup tinggi, karena dalam proses
karsifikasi terjadi penyerapan karbon yang berarti dapat mengurangi pemanasan
global. Proses penambangan dapat menyebabkan hilangnya lapisan epikarst, yakni
lapisan tipis di permukaan lahan yang menahan air. Dengan adanya kegiatan
penambangan maka terjadi pengurangan penyerapan air dan merusak tata air serta
habitat satwa endemik seperti kelelawar, ular, burung walet dan kera ekor
panjang (Wuspada, 2012).
Dibutuhkan pasir untuk pembangunan fisik gedung,
dibutuhkan emas untuk keperluan industri dan perhiasan yang bernilai tinggi,
dibutuhkan perak untuk membuat peralatan makan dan juga perhiasan. Selain itu
juga dibutuhkan semen untuk membangun tidak hanya bangunan gedung dan rumah,
namun juga jalan raya karena sifat keras dan padat semen, sehingga sangat
sesuai untuk terutama pembangunan jalan-jalan di kawasan yang lahannya bergerak
dan mudah longsor.
Akan tetapi perlu diingat bahwa diperkirakan 30-40 persen
sumber air berasal dari kawasan karst ini. Kawasan Karst merupakan ekosistem
yang terbentuk dalam kurun waktu ribuan tahun, tersusun atas batuan karbonat
(batu kapur atau batu gamping) yang mengalami proses pelarutan sedemikian rupa
hingga membentuk kenampakan morfologi dan tatanan hidrologi yang unik dan khas.
Dibutuhkan waktu puluhan juta tahun untuk membentuk gugusan terumbu karang dan
mencuatkannya ke permukaan Bumi sebagai pegunungan karst. Sebaliknya, bagi
pabrik semen, hanya butuh puluhan tahun untuk menghancurkan dan mengubahnya
menjadi produk yang lebih diinginkan manusia, dan menghasilkan banyak uang yang
merupakan faktor penarik utam dalam setiap kegiatan pembangunan yang masih
bertumpu pada paradigma pertumbuhan.
Dalam hal ini perlu diingat pendapat Sudharto P.Hadi,
pakar lingkungan dari Undip, yang menyatakan bahwa pembangunan memiliki arti
ganda. Makna pertama adalah pertumbuhan ekonomi, yang lebih menekankan pada
kuantitas produksi dan enggunaan sumber-sumber daya. Makna kedua adalah bahwa
pembangunan harus memusatkan perhatian lebih pada hubungan sosial, dalam
kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan (Hadi, 1996). Pembangunan
berkelanjutan seharusnya menekankan pada terwujudnya pembangunan sosial dimana
peranserta, dan keadilan menjadi bagian penting dalam pembangunan. Demikian
juga pembangunan yang berlaku pada kawasan karst Sukolilo. Hadi menjadi salah
satu informan dalam penelitian ini, sebagai penggagas Forum Tata Ruang Jawa
Tengah, yang mendiskusikan berbagai masalah tentang tata ruang kawasan Kendeng,
dengan anggota perwakilan berbagai dinas di Jawa Tengah serta para pakar dari
berbagai perguruan tinggi di Jawa. Forum ini didirikan pada tahun 2011 sebagai
bentuk kepedulian Universitas Diponegoro pada pembangunan di kawasan karst
Kendeng.
Menurut seorang informan lain dari kalangan akademisi,
Eko Haryono, seorang ahli karst yang juga Ketua Program Studi Geografi dan Ilmu
Lingkungan Universitas Gadjah Mada, karst selalu berasosiasi dengan sumber air.
Sekalipun tampak kering di atasnya, di lereng bukit karst pasti terdapat mata
air dengan debit luar biasa. Bahkan, menurutnya, air dari karst ini memasok
kebutuhan air penduduk dunia sekitar 25 persen. Informan ini aktif dalam
kegiatan-kegiatan terkait penelitian karst dan terlibat dalam pembuatan
kebijakan tentang kawasan karst. Menurut Suara Merdeka (17 Juni 2012),
kandungan air di balik keringnya kawasan karst adalah sumber kehidupan bagi
warga sekitar. Air di balik pegunungan karst ibarat harta karun. Tak semuanya
muncul di permukaan dan mudah dijangkau. Membutuhkan penelusuran gua untuk
mengetahui dari mana datangnya dan ke arah mana air mengalir. Secara garis
besar, air datang dari hujan yang jatuh ke permukaan karst yang berpori dan
bercelah. Ada yang membentuk bebatuan gamping melalui proses karstifikasi. Ada
juga yang menetes dan jatuh membentuk danau serta sungai kecil.
Yang menarik, sungai bawah tanah itu kerap kali tak bisa
ditelusuri dari awal sampai akhir. Penelusuran sungai bawah tanah kerap harus
dikombinasikan dengan teknik menyelam karena ketika air masuk ke dalam lubang kerap
kali antara permukaan air dan dinding gua menyatu. Kekayaan air bawah tanah di seluruh
Indonesia belum seluruhnya terpetakan. Padahal, peta ini penting sebagai salah
satu dasar mengklasifikasikan pemanfaatan kawasan karst. Dengan demikian masih
dipertanyakan, bolehkah kawasan karst ditambang ataukah harus dilindungi?
Selain kekayaan fisik, kawasan Sukolilo juga menyimpan kekayaan flora dan
fauna, serta kekayaan budaya yang penting bagi masyarakatnya, sebagaimana
pendapat Jamari, dosen Biologi, MIPA, Undip, yang menyatakan bahwa berdasarkan
pengamatan langsung di lapangan dan penelaahan data yang ditemukan dalam
penelitian, dapat dikemukakan Kawasan Kendeng merupakan wilayah yang subur dan
produktif.
Jamari juga menulis
(2011) dalam laporan penelitiannya, antara lain:
(a) Kawasan Tambakromo
dan Sukolilo sekitar Pegunungan Kendeng mempunyai kekayaan sumberdaya hayati
yang cukup potensial. Kekayaan ekosistem berupa lahan hutan jati, lahan
pertanian berupa sawah dan tegalan, serta kawasan pemukiman, merupakan
ekosistem yang lengkap. Berbagai jenis kekayaan species tumbuhan meliputi tanaman
perkebunan hutan jati, tanaman pangan, tanaman obat, obatan, pakan ternak, kayu
bakar dan tanaman liar lainya dan berbagai jenis fauna yang ada. Kekayaan
hayati beserta lingkunganya di kawasan tersebut seharusnya cukup untuk menopang
kehidupan masyarakat sekitar.
(b) Potensi kekayaan
hayati yang dimiliki dan pemanfaatanya masih belum banyak terungkap, sehingga
perlu penelitian lebih lanjut dan upaya upaya untuk mengelola kawasan tersebut
menjadi lebih berhasilguna dan lebih produktif untuk menunjang pendaptan daerah
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
(c) Selain kaya akan
sumberdaya alam kawasan ini juga memiliki situs-situs keramat yang berkaitan
dengan sejarah dan keberadan di wilayah tersebut. Situs keramat tersebut juga
menjadi habitat beberapa jenis flora yang jarang ditemukan di tempat lain di
kawasan Punungan Kendeng, keberadaan situs tersebut harus dipertahankan.
(d) Kawasan Pegunungan
Kendeng dengan potensi keanekaragaman hayati yang cukup besar, ditambah dengan
kondisi alamnya yang cukup menarik, antara lain banyak gua-gua di kawasan kars,
sumber mata air, dan situs situs yang banyak terdapat di kawasan Kendeng. Maka
kawasan Kendeng sesuai untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata pendidikan,
wisata ritual, ekowisata atau agrowisata.
Akan tetapi pemerintah dan dunia bisnis juga mempunyai
kepentingan atas wilayah perbukitan karst yang sarat kepentingan ini. Beberapa
pabrik semen berusaha mendapatkan ijin penambangan di wilayah tersebut, karena
batu gamping merupakan bahan baku utama pembuatan semen. Sementara itu, atas
nama pembangunan, pemerintah juga berusaha agar keinginan pabrik semen tersebut
dapat terlaksana. Masyarakat lokal menganggap bahwa kebijakan Peraturan
Gubernur Jawa Tengah Nomor 128 Tahun 2008 tentang Penetapan Kawasan Lindung
Karst Sukolilo dikeluarkan untuk mensahkan rencana pembangunan pabrik semen di
kawasan Kecamatan Sukolilo, karena kemudian dijelaskan bahwa ada
wilayah-wilayah tertentu yang bisa ditambang di wilayah tersebut. Kelompok yang
menentang dengan keras kebijakan penambangan adalah kelompok masyarakat asli
Sedulur Sikep yang lebih dikenal sebagai kelompok Samin, karena merupakan
keturunan Mbah Samin Surosentiko.
Kelompok yang mempunyai sistem budaya sendiri yang khas
dan unik ini kemudian menjadikan media massa sebagai partner untuk menyuarakan
dengan keras perlawanan mereka terhadap rencana pembangunan pabrik semen,
dibantu oleh para pegiat pelestarian lingkungan. Salah seorang pemimpin formal
terkemuka kelompok Sikep ini, Gunretno, menyatakan dalam wawancaranya bahwa
pengelolaan lingkungan di Kendeng seharusnya diperuntukkan untuk kawasan
pelestarian alam, karena lingkungan alam di Kendeng harus dijaga agar tetap
dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan. Gunretno juga sering muncul diwawancarai
di media tv, koran, majalah, bahkan film-film pendek tentang lingkungan.
Organizing (Pengorganisasian)
Pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan suatu
wilayah haruslah dilakukan secara efektif dan efisien, dalam arti masing-masing
pihak yang terlibat dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan
bertanggungjawab. Yang terlibat dalam hal ini khususnya adalah pemerintah,
yaitu dinas-dinas yang terkait dalam pengelolaan kawasan Kendeng Utara.
Komitmen aparat dan implementor dalam pengelolaan lingkungan sangat diperlukan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, semua bentang alam
karst dan goa termasuk dalam Cagar Alam Geologi (Pasal 60 ayat 2 poin C dan F).
Cagar Alam Geologi dalam peraturan tersebut dimasukkan dalam Kawasan Lindung
Geologi (Pasal 52 ayat 5), Kawasan Lindung Geologi sebagai bagian dari Kawasan
Lindung Nasional (Pasal 51). Secara hierarki, kedudukan kawasan karst dalam PP
No. 26 tahun 2008 sangat jelas, yaitu merupakan bagian dari Kawasan Lindung
Nasional. Namun, saat ini muncul berbagai peraturan dan rencana revisi
peraturan yang memungkinkan perusahaan menambang di kawasan karst. Contohnya
adalah perda-perda tata ruang di kabupaten-kabupaten yang berada di pegunungan
Kendeng Utara.
Pegunungan Kendeng Utara merupakan
hamparan perbukitan kapur yang telah mengalami proses-proses alamiah dalam
batasan ruang dan waktu geologi. Produk dari dinamika bumi yang berlangsung
dari masa lalu hingga saat ini telah menghasilkan suatu fenomena alam yang
unik. Masyarakat menggantungkan hidupnya di Pegunungan Kendeng Utara. Di sisi
lain, kekayaan alam berupa bentang alam karst menjadi incaran perusahan semen.
Karst adalah bahan baku utama pembuatan semen. Pada titik inilah ketegangan
muncul, yaitu pemanfaatan sumber daya alam (Kartodihardjo, 2012). Sebagai dosen
di Institut Pertanian Bogor dan Ketua Himpunan Masyarakat Perhutanan Indonesia,
dalam wawancaranya Hariadi Kartodihardjo menyatakan bahwa kondisi
ketegangan-ketegangan pemanfaatan lingkungan dengan kekayaan sumberdaya ini
merupakan suatu kondisi yang umum terjadi belakangan ini di seluruh wilayah
Indonesia.
Menurut beberapa informan masyarakat
di kawasan Sukolilo, banjir berulang-ulang terjadi belakangan ini d kawasan
Kendeng. Dimulai dari tahun 2004, 2008, 2009, 2009, dan seterusnya kemudian
terjadi banjir setiap tahun di kawasan Sukolilo. Kondisi yang belum pernah
terjadi pada waktu hutan masih penuh tanaman Jati di era sebelum reformasi.
Penggundulan hutan berdampak negatif terhadap kemampuan lingkungan untuk
menyerap air di kawasan Sukolilo. Ada beberapa kepentingan yang bersinggungan
dalam pengelolaan kawasan karst di kendeng Utara ini. Pemerintah, swasta, dan
masyarakat lokal yang didukung media massa. Masing-masing dengan kepentingan mereka,
di satu wilayah yang sama, yaitu wilayah Kecamatan Sukolilo.
Actuating (Pelaksanaan)
Pembangunan harus dilaksanakan secara berkelanjutan.
Dampak dari pembangunan yang tidak berkelanjutan dan tidak berwawasan
lingkungan amat berpotensi berakibat pada kerusakan lingkungan, akibat
penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Kegiatan pembangunan memang
amat diperlukan untuk peningkatan kesejahteraan manusia, namun seharusnya
pembangunan tersebut dilaksanakan secara berkelanjutan, mengacu pada kondisi
alam, dan pemanfaatannya agar berwawasan lingkungan. Hal ini diyakini oleh
sebagian informan, khususnya dari kelompok pro pelestarian lingkungan. Terbukti
kemudian ketika PT Semen Gresik tahun 2008 berencana memperluas lahan
garapannya ke sebelah barat, yaitu di wilayah Kecamatan Sukolilo ini , mereka
harus berhadapan dengan penolakan warga yang cukup keras.
Ketegangan antara masyarakat dan
perusahaan semen sudah berlangsung sejak tahun 2006. Saat itu PT. Semen Gresik
(Persero) Tbk berusaha akan melakukan eksploitasi bentang alam karst di
pegunungan Kendeng Utara, tepatnya di wilayah Kecamatan Sukolilo dan Kayen. PT
Semen Gresik berencana mendirikan pabrik semen di Kecamatan Sukolilo. Rencana
pembangunan pabrik semen yang dikaji dengan studi AMDAL yang dilakukan PT.
Semen Gresik (Persero) Tbk kerjasama dengan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup
(PPLH), Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro (AMDAL, 2008).
Studi AMDAL dilakukan setelah KA
ANDAL memperoleh Keputusan Kesepakatan KA ANDAL berdasarkan Surat Keputusan
Gubernur Jawa Tengah Nomor: 660.1/BLH.II/2701 tanggal 18 Desember 2008 dan
Nomor 660.1/BLH.II/2714 tanggal 23 Desember 2008. Akan tetapi, rencana
penambangan ini dianggap merugikan masyarakat karena terjadi praktik
intimidasi, kampanye hitam terhadap tokoh-tokoh kunci hingga kriminalisasi 9
(sembilan) orang petani. Akhirnya, PT. Semen Gresik, Tbk gagal melakukan
eksploitasi karena penolakan masyarakat.
Kegagalan rencana Semen Gresik di
Kecamatan Sukolilo tidak menyurutkan niatan pabrik semen lainnya untuk
memanfaatkan lahan galian di kawasan Pegunungan Kendeng Utara, kali ini di
kecamatan tetangga Sukolilo, yaitu Kecamatan Tambakromo. Bagaimana nasib
lingkungan kawasan Kendeng Utara ke depan nya? Masih menjadi pertanyaan semua
pihak.
DAFTAR PUSTAKA
AMDAL,
2008, Pembangunan Pabrik Semen PT. Semen Gresik Persero Tbk, Kabupaten Pati,
Jawa Tengah. Semarang: PPLH Undip.
Asdak,
Chay, 2004, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah ALiran Sungai, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Brannen,
Julia, terjemahan oleh Nuktah Arfawie Kurde dan Imam Safe’i, 2005, Memadu
Metode Penelitian : Kuantitatif dan Kualitatif, cetakan ke VI, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Faida,
Lies Rahayu. Rina Laksmi Hendrati dan Hari Sukmono, 2011, Kajian Pengelolaan
Karst Hijau di Kabupaten Gunung Kidul, Laporan Akhir Penelitian Kolaboratif,
Yogyakarta: Fakultas Kehutanan, UGM.
Hadi,
Sudharto P, 1996, Pembangunan Berkelanjutan Dalam Era Globalisasi: Peluang dan
Tantangan Bagi Perguruan Tinggi, Pidato Dies Natalis Universitas Diponegoro ke
40, Semarang.
Jumari,
2011, Laporan Penelitian Lapangan Flora dan Fauna Kawasan Pegunungan Karst
Kendeng, Semarang: tidk dipublikasikan
Kartodihardjo,
2012, Kartodiharjo, Hariadi dan Hira Jhamtani (ed), 2006, Politik Lingkungan
dan Kekuasaan di Indonesia, Jakarta : Equinox.
Keban,
Yeremias T, 2004, Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik : Konsep, Teori
dan Isu, Yogyakarta : Penerbit Gava Media.
Nugroho,
Hanan, 2003, paper Kuliah Umum di Magister Ilmu Lingkungan Universitas
Diponegoro, Semarang.
Nugroho,
Riant D, 2003, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi,
Jakarta: Elex Media Komputindo.
Subandono,
Pemanasan Global, Jakarta: Elex Media Komputindo.
Subarsono,
AG, 2009, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Sugandhy,
Aca, 1999, Penataan Ruang dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta: P.T
Gramedia Pustaka Utama.
Suhartadi.
2009, Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Kegiatan Penambangan Batu Kapur PT. Sinar
Alfa Fortuna (NAF) di Rembang.
Wuspada.
Ratna, 2012, Implementasi Kebijakan Pelarangan Penambangan di Kawasan Karst
Kabupaten Gunung Kidul”.
Winarto,
Yudho, “Rupanya, Pemerintah Hanya Aktifkan Kembali Inpres No.2/2008”, Kompas,
25 Juli 2011.
Kebijakan
Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2012 tentang Penetapan Bentang Alam
Karsts Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 128 Tahun 2008 tentang Penetapan
Kawasan Lindung Karst Sukolilo
Sumber